Melewati Pemeriksaan Ketat Masuk Makkah
By Admin
nusakini.com, Sejak diusulkan menjadi petugas haji oleh Staf Khusus Bidang Media dan Komunikasi Publik, Wibowo Prasetyo, dan disetujui Menteri Agama, Gus Yaqut Cholil Qoumas, muncul rasa bahagia tak terhingga dalam diri dan hati ini. Sekiranya, dilakukan survey, mungkin setiap orang mengharapkan menjadi petugas haji, apapun tugasnya di Tanah Suci. Jadi wajarlah rasa bahagia ini membuncah dengan penunjukan sebagai petugas.
Tidak bisa dipungkiri bahwa ternyata menjadi petugas haji tidak hanya karena umur atau usia seseorang saja, melainkan stamina atau kondisi kekuatan tubuh atau fisik seseorang yang membuktikan ia memiliki stamina untuk menjadi petugas.
Menurut saya, stamina seseorang bisa dililihat dari ukuran kestabilan dan mudahnya penyesuaian fisik pada suasana atau cuaca esktrim, misalnya dingin ataupun panas. Saat ini, di tanah suci; Makkah, Madinah, dan Armuzna, cuaca mencapai 48 derajat celsius. Pada situasi inilah dengan cuaca panas dan terik matahari yang tinggi, stamina, ketahanan tubuh, dan penyesuaian secara menyeluruh dibutuhkan. Bahkan kerajaan Arab Saudi mengeluarkan air lebih dari 1 milyar liter untuk penyemprot dengan kipas di beberapa sudut masuk dan keluar terutama di Mina dan Muzdalifah.
Walaupun bertugas jadi pengendali teknis bidang media dan data, tapi saya lebih banyak berfokus pada aktifitas Monitoring dan Evaluasi (Monev), membantu dan menguatkan tugas-tugas para sahabat anggota tim Monev. Mungkin seseorang akan menilai bahwa tugas seperti ini sangat ringan, yang hanya memantau pelaksanaan dan pelayanan yang dilakukan oleh petugas dalam memberikan layanan kepada jemaah haji indonesia, baik di bidang akomodasi, konsumsi, transportasi, kesehatan, dan layanan lain yang terkait langsung maupun tidak langsung kepada jemaah haji indonesia. Mungkin ada yang mengibaratlan tugas kami seperti operator telepon, yang hanya menerima telepon seseorang lalu dihubungkan dengan pihak terkait.
Ya, memang ada muatan tugas seperti itu, tapi faktanya atau konkretnya tidaklah hanya demikian. Petugas Monev juga memiliki tugas yang sama, mereka bersama dengan petugas lain, setelah memakai rompi petugas, dalam jiwanya tertancap komitmen, yang siap melayani tamu Allah dengan tulus dan ikhlas yang memang menjadi tanggung jawab petugas haji indonesia.
Bercerita tentang petugas, Sabtu (1/6/2024), saya berangkat atau terbang dari indonesia bersama Gus Affan Rozzi, Prof. Hamdan Juhannis dari UIN Makasar, Prof. Ahmad Tholabi dari UIN Jakarta, Habib Mohsen, Kang Zaenal Abidin, dan Prof Syaltout yang juga tenaga ahli Menteri Agama. Riwayat dan takdir dalam perjalanan itu, saya bertiga dengan Prof. Hamdan dan Bib Mohsen satu mobil yang dikendarai oleh Driver Tenaga Musiman, yang saat saya tanya sudah berapa tahun anda mukim di Arab Saudi, dan ia menjawab 30 tahun. Lalu di mana mukimnya, katanya di Makkah. Syahdan, ternyata dengan 30 tahun hidup mukim di Makkah tidak menjadikan seseorang itu mendapat perjalanan mulus dan tak tersesat jalan.
Kami bertiga berjalan dari Madinah, karena kebetulan Pesawat Garuda mendaratnya di Madinah, bukan di Jeddah. Sehingga kami melakukan perjalanan setelah dua malam menginap di Kota Rasulullah.
Dalam dua malam itu, kondisinya lancar dan tidak ada kendala serta aral yang melintang. Stamina kami juga masih prima karena baru datang dari Indonesia. Terjadi diskusi dan obrolan yang bervariasi tema pembahasan dalam obrolan itu. Dari yang serius terkait dengan pola dan skema monitoring dan evaluasi sampai pada obrolan ringan untuk mengisi suasana tidak sepi dan kering. Ragam "Joke" sering dikeluarkan oleh para rektor yang menjadi anggota tim monev. Semua itu menunjukan suasana akademis yang terbuka, tanpa sekat atau penghalang antara satu dengan yang lain.
Akhirnya setelah dua hari itu, kami melanjutkan perjalanan menuju ke Makkah. Tepatlah pada "check point" yang keenam, sebelum check point terakhir, yang hanya berjarak sekitar 4 meter oleh polisi, tapi dicek kembali oleh polisi di sebelahnya. Terkait visa haji, kami, bertiga, lancar dan tidak ada masalah. Juga terkait dengan paspor juga tidak ada masalah. Termasuk "tasrih" Driver Temus juga tidak masalah. Ternyata si polisi itu melihat ada surat jalan yang dikeluarkan oleh Daker Madinah, dalam penulisan plat kendaraan tidak sesuai, sehingga kami diminta oleh polisi itu keluar dari jalur menuju Makkah. Tanpa kompromi, driver hanya diperintahkan untuk mengambil jalur balik dan dilarang masuk ke Makkah.
Saya bertanya, apa yang menyebabkan kita suruh keluar? Ternyata surat jalan yang keliru dalam menuliskan plat kendaraan di belakang nomor, semestinya VSR menjadi PLT. Keluarlah kita dari jalur menuju ke Makkah. Kami bertiga, introspeksi, semua terdiam dan diskusi, mencari solusi. Bahkan dalam hati ini berbicara, ayo tunjukan amal terbaik kita, supaya kita bisa masuk kembali ke jalur arah menuju Makkah. Karena status kita memakai ihram dengan mengambil miqat dari Bir Ali, Madinah.
Akhirnya keluar, dan driver menyatakan ambil jalur Jeddah, karena ia lebih paham kalau dari jalur Jeddah. Jadi saya bertanya dalam hati, 30 tahun di Makkah ternyata jalur yang dipahami hanya beberapa saja, bahkan dalam penggunaan GPS masih “nunak nunuk”, yang membuat kita semakin galau, karena sempat diklakson oleh pengguna jalan lain dengan keras dan panjang. Hampir satu jam kami berputar-putar menuju ke arah Jeddah.
Akhirnya saya minta kepada driver untuk masuk ke jalur lain, yang berbeda petugas atau polisi yang menjaga pos check point itu. Benar adanya, kami masuk dan surat tasrih atau pas jalan yang keliru penulisan saya sembunyikan agar tidak diperlihatkan oleh sopir, kepada polisi.
Saya melihat Prof. Hamdan dan Habib Mohsen aktif berdoa dan berdzikir, karena sejak kita keluar dari jalur arah Makkah semuanya terdiam dan membisu, sambil membaca doa yang diketahuinya dengan harapan dan tujuan bisa memasuki kembali jalur arah Makkah. Check point begitu ketat dan tanpa ampun, jika mereka tidak bisa membuktikan dengan dokumen resmi yang sah, maka pasti akan dikeluarkan dari jalur arah Makkah.
Selanjutnya, masuklah kami melalui jalur check point yang berbeda, dan dengan polisi yang berbeda, kami bertanya arah atau pintu masuk lain. Dan chek point dengan polisi pertama, surat tasrih atau pas jalan tadi saya sembunyikan, dan dicek semua visa haji, paspor dan tasrih umalnya si sopir, aman dan resmi, dan kita diberi jalan untuk masuk. Itu sudah menggembirakan kami dan membuat suasana kembali menjadj riang dan gembira.
Tapi ternyata ada chek point terakhir atau ada lagi pos terakhir. Dan kami kembali terdiam dan membisu dengan tegang dan penuh harap semoga bisa masuk dengan lancar seperti chek point sebelumnya. Betul sekali, saat kami dicek dan surat tasrih atau pas jalan itu saya sembunyikan, dan alhamdulillah lancar dan dipersilahkan untuk menuju ke Makkah dalam hal ini menunaikan umrah wajib. Kata "Alhamdulillah…" secara serempak diteriakkan dengan keras oleh kami semua, dan kami langsung bisa menunaikan umrah wajib segera setelah memasuki kota Makkah.
Apa yang dipetik dari cerita itu? Paling tidak ada tiga pelajaran bagi siapa saja sebagai petugas dalam melakukan perjalanan dari mana saja terutama dari Madinah, terkait dengan adanya chek point oleh petugas polisi Arab Saudi. Pertama, pastikan surat-surat atau dokumen yang kita bawa adalah sesuai dengan fakta secara administratif. Benar yang disampaikan Gus Menteri, bahwa polisi bekerja sesuai SOP, kalau tidak ada visa haji, pasti tidak bisa berhaji. Dengan keterangan lain atau dengan alasan lain tidak akan mengubah keputusan.
Kedua, tidak boleh ada "ujub" atau jumawa atau takabur, dengan mengusungkan dada sudah sekian puluh tahun di Makkah, sehingga tahu sudut manapun. Dan ternyata ini dibuktikan bahwa kami memang tidak boleh ada sedikitpun rasa sombong atau jumawa, apalagi di Tanah Suci.
Dan ketiga, perbanyak istirahat dan dzikir dalam hati selama perjalanan menuju ke Masjidil Haram. Sebagai kekuatan untuk menenangkan hati dan untuk memohon kepada Allah sang Pencipta supaya perjalanan lancar dan sehat. Tiga hal ini menjadi kunci bagi kami dalam menghadapi tantangan perjalanan memasuki kota suci Makkah, dan mudah-mudahan bisa menjadi pelajaran bagi yang lain.